Monday, October 10, 2011

Supra Inject bernama Cynta Lowra Bella : Merambah jalan Desa di Utara Bandung

Si Cynta Lowra Bella bersama model.

jalan desa
Motor bebek saya ini, sudah menemani saya berputar-putar ke banyak tempat di Jawa Barat. Dia sudah ke Ciamis, Garut, Subang, Indramayu, Ciwidey, Pengalengan,dll, dan tentunya dalam Kota Bandung dan sekitarnya.

Selama saya menunggangi si Cynta Lowra Bella ini, dia tidak pernah bertingkah. Paling hanya ban bocor, itupun hanya di dalam kota. Singkat kata, dia adalah Travel accompanion yang sangat useful, reliable dan fun :D

Tulisan saya kali ini membahas petualangan yang mendebarkan bersama si Cynta Lowra :D Here we go...

Kalau sudah jalan-jalan dengan si Cynta, sudah tentu jalanan dan medannya bermacam-macam. Ada jalan kota yang mulus, jalan desa yang ancur, naik-turun, hingga kontur pegunungan yang membuat si Cynta Lowra menjerit mendaki tanjakan. Tak Jarang tumpangan saya harus turun, kerna si Cinta gak gak gak kuat, gak gak gak kuat mendaki tanjakan yang kelewat curam, ataupun kalau saya salah ambil ancang-ancang sebelum tanjakan.
 
priceless moment
Semuanya terbayar dengan pemandangan indah yang bisa saya lihat sepanjang perjalanan, seperti kebun teh, perkampungan warga, pegunungan, tanah longsor, sawah dan ladang, hutan, sungai, jembatan dsb. 

Di antara semua perjalanan yang saya lakukan dengan si Cynta, ada beberapa perjalanan yang saya tandai sebagai perjalanan yang paling mendebarkan. Salah satunya adalah yang menjadi judul tulisan ini Tepatnya pada tanggal cantik 9-10-11 sehabis makan malam, saya merasa kepengen jalan-jalan. Lalu saya dan sahabat saya memutuskan mencoba jalan-jalan di utara Bandung. Tidak ada tujuan khusus, hanya ingin jalan dan get-lost. Apakah yang ada di ujung sana?  


jalan desa
Maka kami menyusuri jalan Bojong Koneng, terus ke atas. Jalanan terus menanjak,semakin ke atas rumah-rumah semakin jarang, berganti dengan desa, kebun dan sesekali ada rumah villa yang cantik dengan view ke arah Bandung, bagus deh. Makin ke atas, kami menemukan persimpangan, kiri atau lurus? Kalau kiri saya tahu, akan masuk ke kompleks dago pakar. kalau lurus...nggg, mari kita cari tahu. Jalan makin menanjak, makin rusak, rumah berganti bukit, lalu berganti lagi jadi gunung, udara makin dingin, lalu ada perkampungan lagi, lalu kebun lagi dan jeng jeng kami sudah di puncak bukit, tapi jalan belum berujung, terus ah.... ups ada pertigaan. kiri apa lurus ya? lurus ah.... eh, ada kampung dan ternyata ah, saya kenal jalan ini. Ini adalah jalan ke Warung Daweung, Moko.
 
Warung Daweung, Moko

View dari Moko, Sejajar dg awan

jalan di Bandung Utara
Ooooh, ternyata jalan ini nyambung ke jalan terusan Padasuka toh. (kami sudah menempuh 10km hingga di pertigaan padasuka ini dari Jalan Suci). Karena sudah tau jalan ini, kami balik menuju pertigaan terakhir. Dari obrol-obrol dengan teman, memang banyak yang bilang jalanan dari Moko ini bisa tembus ke Dago Pakar, wah patut dicoba ini. Maka di pertigaan ini kami kemudian ambil kiri, meluncur di jalan rusak pelan-pelan. Ngeri juga karena jalanan turun, pepohonan lebat, jalan kecil, hari sudah jam 10 malam,  gelap dan sepertinya tidak ada apa-apa di ujung lembah bawah sana selain kegelapan! Eh, ada perkampungan kecil dan ada pemuda nongkrong. Daripada nanti sampainya ke dunia lain mending tanya dulu apa bisa jalan itu tembus ke Dago. Bisa katanya, maka kami hajar deh. Nah di sinilah letak petualangan mendebarkannya. huaaaaa, luar biassoo!!

Jalanan kami kali ini benar-benar jalan gunung dan lembah yang tidak ada kehidupan. Hanya ladang, ataupun hutan. tidak ada lampu-lampu warga, hanya ada kami di atas si Cynta Lowra dan lampunya yang menerangi jalan. Lalu ada satu kampung kecil, tapi jalanan hanya melewati ujung kampung yang mana di pinggir-pinggir jalan adalah kuburan. Setelah melewati perkampungan, jalanan menurun terjal dan kami berada di lembah bukit yang besar, rasanya seolah-olah hendak masuk ke dalam gua, saya merinding. Ternyata jalanannya memutar ke bukit sebelah. Bambu di kiri kanan jalan menambah suasana, hmmmm.. Sense of direction saya mengatakan memang ini mengarah ke Dago, tapi kami berada di tempat yang sangat tinggi, di beberapa tempat kami bisa melihat lampu-lampu Perumahan Dago Pakar jauh di bawah, padahal Dago Pakar terletak  sudah sangat tinggi. Terus ke sana, kami menemukan kehidupan, yey! Dago Herbal life. Kami sudah di Dago.(kami sudah menempuh kira-kira 7km dari pertigaan tadi.)

Dari Dago herbal Life kami turun terus. Jalanan rusak, sehingga tidak bisa ngebut. Rumah-rumah di sekitar Dago Herbal Life pun habis,berganti Taman Hutan Juanda. Walau sudah di Dago, ternyata masih serem ya, saya takut lho, berada di bawah bayang-bayang benda yang besar seperti pohon dan gunung itu membuat saya parno!
Setelah kira-kira 2km, kami menemukan sebuah rumah villa ciamik, minimalis dan sendirian di pinggir jalan, alhamdulilah yah.. ada kehidupan. Coba aja tadi tembusnya ke Gua jepang di Hutan Juanda, ngerrriiii.
Makin ke bawah, kami menemukan makin banyak rumah yang mewah dan gede-gede pisan, dan sampailah kami di Dago, tinggal turun dan pulang.

Suasana kesendirian, dingin dan rasa ingin tahu dalam perjalanan ini sungguh memberi adrenalin yang luar biasa. Ketika sampai di rumah, saya tanya pada sahabat saya, apakah yang paling dia takutkan tadi. Jawabannya adalah takut masuk jurang, hahaha, berbeda dengan saya yang takut hantu, kuntilanak ataupun jadi-jadian lain. hahaha, beruntungnya saya punya teman yang rasional, jadi semakin termotivasi untuk 'tersesat' dan melihat sesuatu yang baru. Dan sekarang saya sudah tahu jalanan dari Dago yang tembus ke Moko, tapi tidak saya rekomendasikan kecuali Anda ingin menikmati setiap inci perjalanan dan menunggangi kendaraan yang punya kapasitas offroad.

Saya tak sabar ingin mencoba lagi di siang hari.

No comments:

Post a Comment